MENGUKIR JEJAK DI KAIMANA
Ada ongkos yang tidak bisa dilihat dengan nominal,
anggap saja saya sedang “membeli” sebuah pengalaman. Ini hal pertama yang saya
alami ketika memulai perjalanan menuju ke Kaimana, Papua Barat. Pernah terlintas di otak untuk pergi berpetualang ke tempat
yang jauh? Ya! Pernah berangan-angan menuju Kaimana? Uhmm, I don't think so!
Semua berawal dari kecanduan mengikuti Kelas
Inspirasi, mengantarkan saya sampai sejauh ini. Dan tentang “membeli” pengalaman hingga ke Kaimana, tidak
pernah terpikir memang akan begini ceritanya. Ya, lagi dan lagi, saya harus
ketinggalan pesawat (hobi kok ketinggalan pesawat), kalau ditinggal gebetan sih
sering. Oops, hehehehehe.
Di hari yang sama dengan keberangkatan ke Kaimana,
saya terlebih dulu harus mengikuti workshop
di Nusa Dua, dan entah kenapa hari itu macet luar biasa. Fiiiuuuuh, pulang jam
7 malam waktu Bali, saya terburu-buru untuk bergegas menuju ke Bandara. Padahal
bandaranya juga ngga kemana-mana perasaan. Ya iyalah, bandaranya memang tetap,
pesawatnya yang bakal tinggal landas. Hadeh, dengan gaya mengucek baju sambil
harap-harap cemas, sudah kayak cerita Cinta yang mau ditinggal Rangga di film
AADC. Hahaha.
Take a
deep breath, oh pesawat saya jam 9 malam! Tidak perlu khawatir,
begitu kira-kira yang ada dalam pikiran saya. Anggap saja itu opsi terakhir
bagi orang-orang macam saya yang sedang terburu-buru, dan tidak ada cara
terbaik selain berpositif thingking
memang. Namun kali ini kenyataan tidak sepenuhnya positif, semua mendadak
berubah jadi horor ketika saya benar-benar ketinggalan pesawat! Dan kabar
kurang bagus lainnya adalah 2 connecting
flight saya hangus. Bali-Makassar-Makassar-Ambon harus saya relakan untuk jadi
amal baik saya bagi pihak maskapai. Ketinggalan pesawat, salah beli tiket, rute
yang terbolak-balik dan...... ah sudahlah, anggap saja itu my bad habbit yang terkadang masih saja terjadi pada saya.
Duduk sebentar, mengambil nafas (ambil udara terus
masukin ke mulut, hahaha), menenangkan pikiran dan dengan tangan gemetar
mengabari perihal kejadian ini ke rombel saya via group chat. Reaksinya
bermacam-macam dari teman-teman rombel saya. Saya hanya bisa bilang akan
mengusahakan untuk tetap datang.
Saya beranjak ke layanan pembelian tiket offline yang ada di ujung gedung
keberangkatan Bandara Ngurah Rai ini. Sudah tidak ada pesawat ke Makassar
yang tersisa malam itu. Alamaaaaaakk, oke fine,
saya harus memutar menuju ke Jakarta, lalu terbang 4 jam menuju Ambon. Harga
tiketnya? Mahal? Yes double mahalnya!
Dompet mana dompet. Hiks
Trus saya nyerah? ngg.., Kepikiran sih. Tapi masa
segini aja nyerah.
Dan saya berharap semoga ini bukan perjuangan yang
sia-sia.
Perjalanan panjang dan deg-degan saya dari Bali menuju
Kaimana, berujung ketinggalan koper! Begitu tiba di Kaimana, yang saya bawa
hanya badan dan baju yang melekat serta jiwa yang rapuh menunggu untuk
diperjuangkan. Apalagi ini. Dan sisanya masih tertinggal di Ambon.
Kak Ani, kak Lani dan kak Nani, datang menjemput saya
pagi itu. Bak rombongan yang menyambut pahlawan devisa pulang ke tanah air. Saya
dihujani salam, peluk dan cium pipi kanan dan pipi kiri. #nikmatmanalagiyangkaudustakan
HALO KAIMANA!
Pertama kali menjejakkan kaki di Kaimana, tempat yang
saya tuju adalah Pasar tradisional. Bukaaan, saya bukan mau blusukan ala-ala
pak pejabat, tapi saya mau membeli beberapa potong baju beserta onderdil
daleman yang bisa saya gunakan untuk 2 hari kedepan. Maklum semua yang saya
punya tertinggal di Ambon.
Dari pasar Kaimana saya diantarkan ke rumah kak Fredy,
tempat saya menumpang hidup selama di Kaimana dan juga bertemu dengan
rekan-rekan rombel saya yang lainnya. Rumah itu besar dan hangat,
begitulah kesan pertama saya masuk di rumah kak Fredy. Di dalam sudah ada
Capt Bambang, kak Wira, kak Azizah,
kak Utari, kak Vidi, kak Sherly, kak Uku dan kak Ikhsan. Basa basi dan acara
salaman perkenalan bak mahasiswa baru pun saya lakukan, kemudian menceritakan
drama ketinggalan pesawat dan koper yang saya alami hari itu, cukup membuat
semua yang mendengar terbawa riuh rendah emosi suara saya.. #halah.
Sesuai rencana, sore ini kami langsung menuju ke Desa
Sisir, tempat dimana sekolah kami berada, SD YPK SISIR 1. Sambil menunggu jam keberangkatan, saya menyisihkan waktu
untuk mandi dan tidur. Fiuuh, kamar AC ini membuat saya terlelap dari kelelahan
12 jam perjalanan tanpa jeda. Benar-benar serasa di surga, lebaaaaaayyyy.
SORE DI KAMPUNG SISIR
Kolam Sisir yang sedang surut sore itu menyambut
kedatangan kami. Perjalanan berkelok-kelok mengantarkan kami ke balik bukit
dengan pemandangan laut biru tosca, seperti menghipnotis! Aaahh indah nian
rupanya. :)
Anak-anak berlarian begitu melihat mobil kami
mendekat, rupanya mereka sudah tahu kami akan datang. Tanpa malu-malu mereka
berlarian mendekat. Ehm, ini yang saya namakan “candu”nya Kelas Inspirasi yang
membuat saya mabuk! Candu untuk selalu mengajak saya kembali bertemu dengan anak-anak
negeri ini dan berbagi kebahagiaan bersama mereka.
Ibu Rosha, menyambut kami dengan hangat. Beliau adalah
kepala sekolah SD YPK SISIR 1. Selepas itu, kami kemudian bertemu dengan Kepala
Desa setempat untuk melapor. Dan malam ini kami akan
menginap di salah satu rumah dinas guru yang kosong.
Usai sholat maghrib, anak-anak mulai berdatangan ke
rumah tempat kami menginap. Kami mengadakan sedikit game mulai dari memidahkan
kursi, mop sampai tebak-tebakan. Walau kadang kami tak begitu paham apa yang
diucapkan karena mereka berbicara dalam bahasa lokal, tapi nyatanya kami masih
bisa tertawa karena mereka. Terbukti bukan, keterbatasan bahasa tidak
menghalangi kami untuk bergembira dan tertawa bersama.
Waktu berjalan sangat cepat. Kami bahkan tak menyadari
bahwa sudah larut sekali dan belum sempat makan malam saking asyiknya bermain
bersama anak-anak. Kami meminta anak-anak untuk pulang, walau
kenyataannya mereka tidak pulang. Ada sebagian yang tidur di rumah Bu Rosha,
ada pula yang tidur di rumah guru lainnya. Sepanjang
sisa malam itu kami nikmati dengan teh hangat dan makan malam yang luar biasa!
Tanpa nasi, kami makan pisang goreng, ikan bakar, kepiting rebus dan kerang
rebus. Enaaaakk luar biasa! Mendadak saya merasa lapar kan jadinya. Hahaha
HARI INSPIRASI
Rumah kami menginap terdapat dua kamar, satu kamar
untuk saya, kak Ani dan kak Rhia. Kamar lainnya untuk kak Wira, Capt Bambang dan kak Ikhsan. Pak Lurah
tidur di mobil.
Pukul 4 pagi, saya dibangunkan oleh suara anak-anak
yang sedang bersiap. Mereka sedang merias diri untuk tarian penyambutan kami. Pagi indah di Kampung Sisir dengan suara deburan ombak
menyambut pagi ini. Selepas shalat, saya, kak
Ani dan kak Rhia bergegas untuk mandi di sungai. Kapan lagi mandi di sungai ya
kan? Air sungai ini payau, karena berada di hulu dan berdekatan dengan air
laut.
Pukul setengah tujuh pagi kami sudah bersiap di pintu
masuk Kampung Sisir. Nantinya akan ada upacara penyambutan untuk kami. Saya
kebagian tugas mengabadikan momen ini melalui lensa kamera. Acara pembukaan
berjalan sukses. Selain tarian penyambutan, ada juga paduan suara anak-anak dan
sedikit warming up dari kak Ani dan
kak Rhia.
Kelas kemudian di bagi menjadi 4 ruangan A, B, C dan
D. Anak-anak sudah masuk ke kelas dan bersiap! Saya memulai tugas saya yaitu
berkeliling menangkap momen visual di tiap kelasnya. Ada banyak keseruan dari
balik lensa yang tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Saya suka
memperhatikan para relawan pengajar saat sedang berinteraksi dengan anak-anak.
Sungguh anak-anak ini lucu bin menggemaskan. Ada yang mencari perhatian dengan
sibuk ber-ini itu, ada yang pendiam tapi pandai sekali.
Kebanyakan anak-anak ingin menjadi guru, polisi dan tentara.
Selain itu ada pula yang ingin jadi pilot atau pun dokter. Tapi sedih juga ya,
kayak ada nyesek nyeseknya gitu, tidak ada yang ingin jadi e-commerce manager
seperti saya. Mungkin lain kali saya harus jadi relawan pengajar dan
mengenalkan jenis pekerjaan saya yang super keren ini. (kak Wira yang baca
jangan muntah yaa! hahaha)
Dua kali jam istirahat, setiap bertemu saya dan kamera
yang saya tenteng, anak-anak selalu mendekat dan bilang "kaka, foto
dolo". Saya tersenyum senang sekali! Tak jarang juga saya
mengajak mereka selfie bersama.
Di penghujung kegiatan ini, kami menerbangkan pesawat
cita-cita sebagai ungkapan doa yang kami panjatkan bersama agar suatu saat
semua pesawat yang terbang ke udara itu dapat membawa cita-cita anak Kaimana menjadi
kenyataan.
"A
journey of a thousand miles begin with a single step"
Dan sejak hari itu, satu hal yang tidak pernah akan
saya sesali dalam hidup ini adalah untuk memulai satu langkah di Bandara Ngurah
Rai, Denpasar untuk sampai di tempat ini.
Terima kasih adik-adik, guru-guru dan relawan pengajar
di SD YPK 1 Sisir telah berbagi inspirasi dan menginspirasi saya untuk kembali!
Salam, Lieke
Ramopolii
Edited by Wira Nuryansah
Comments
Post a Comment