Bali - Lombok - Sumbawa. Cerita Tambora #1

Tambora, terletak di Pulau Sumbawa, NTB. Gunung ini membelah dua kabupaten yaitu Dompu dan Bima. Sebelum ke Tambora, saya terlebih dulu membaca buku fiksi tentang letusan Tambora 200 tahun lalu karya Agus Sumbogo yang lumayan bikin serem tapi juga kepincut pengin kesana.
Tahun 2015, lewat acara Tambora menyapa dunia yang dibuka oleh Presiden Jokowi, Tambora resmi mejadi kawasan Taman Nasional Tambora. Sejarah letusan gunung ini, menyakinkan saya dan teman-teman untuk sesegeranya berkunjung.

Bibir Kawah Tambora

23 September 2015,

Dengan persiapan kurang dari dua minggu, Saya dan tiga teman saya ( Rofik, Nia dan Eka) berangkat ke Desa Pancasila kamis malam dari Denpasar, naik motor. Dari Denpasar - Padang bai ditempuh dalam waktu 45 menit, kami memang ngebut malam itu, mumpung sepi tidak banyak kendaraan. kami langsung naik ferry begitu sampai. tiketnya masih 125.000/ motor.
Penyebrangan subuh itu terasa lebih panjang. seharusnya kami sudah tiba di Lembar sekitar jam 4 pagi, tapi harus tertahan di kapal lebih dari 2 jam dengan alasan yang tidak jelas. barulah menjelang matahari terbit kami turun kapal. mau langsung ngebut terhalang ban motor rofik dan eka yang pecah. duuhh... cobaan lagii..  beruntung ada tambal ban yang buka sepagi itu..! coba kalo enggak? kami udah molor banget dari jadwal.



24 September 2015,

Jalanan di Lombok pagi itu sunyi senyap, semua orang sedang pergi ke Masjid, untuk sholat Idul Adha, sesekali kami harus memelankan laju motor ketika melintas demi menghormati mereka yang sedang beribadah.
selain jalanan sepi, ternyata semua SPBU tutup sampai jam 11 siang! mampus gak looo.. motornya rofik yang seakan haus bensin, membuat kami harus nyetok bensin eceran dalam botol aqua.
perjalanan Lembar - Kayangan yang pernah  kami tempuh dalam 3 jam lebih-lebih dikit (kalo ketemu macet di pasar,etc) hari ini kami tempuh hanya dalam waktu 2.5 jam! cihuuuyyy..
namun sayang begitu sampai di kayangan, kami harus kembali nungguin ferry, karna masih pada sholat ied.

Jam 11 siang, kami akhirrrnyyyaaaa sukses nyebrang ke Pototano.
Tapi masih harus menempuh kurang lebih 8 jam untuk sampai ke Desa Pancasila. estimasi kami akan tiba jam 7 atau 8 malam.
Istirahat sebentar, sambil beli air dan cemilan di alfamart Pototano kami langsung memacu motor menuju Sumbawa Kota, jalanan asik banget mulus kaya pantat saya #uhuukk pantat bayi tanpa dosa maksudnya.
Kami sampai-sampai gak bisa nahan diri dalam kecepatan 80-100/km per jam.. #berasalagijadipembalapkece!



Sumbawa



Rofik dan Eka

Sumbawa

Saya dan Marwoto

Sumbawa..!!


Jalur yang kami tempuh adalah menyisir pesisir pantai, teluk yang dijamin susah dilupakan. pemandangannya ciamik banget brooo...

Kami sempatkan untuk mampir dan makan siang di salah satu warung pinggir jalan dengan saung menghadap ke laut dan buah kelapa segar di campur es batu.. langsungg nyeeess! mengganti semua ion tubuh yang habis terkuras.

setelah itu perjalanan membawa kami masuk ke Sumbawa Kota, hari makin sore kami makin panik. sedangkan menurut google map, masih ada 4 jam lagi untuk sampai di kota kecamatan, Calabai.
agar lebih menyakinkan kami berusaha bertanya kepada penduduk setempat, dengan modus membeli pentol bakso. namun nihil.. yang ditanya gak tau dimana letak si desa pancasila. #sedih

Akhirnya kami menyerahkan hidup kami pada si google map. sudah lepas maghrib, apalagi pilihan kami? jalan setapak kami terabas, jalan berbatu, jalan berdebu hasil saran si google map..!  sampai akhirnya ketemu jalan besar, tapi belum sampai di situ, kami  lalu mulai masuk ke jalan yang menurut saya gak ada abis-abisnya. jalanan sih mulus tapi gak ada tanda-tanda kehidupan dan tanpa lampu penerang satupun. sedangkan disisi kanan Gunung Tambora terlihat samar menjulang tinggi, menambah suasana semakin horror.

sudah jam 7, kecepatan kami tambah jadi 100 - 120 km per jam.

 whuuussss whaaassss whusss.. bablaaasss angine

Yang bikin bete adalah dijalan semulus itu, kami sering kena serangan si gerombolan sapi, rofik nyaris menabrak sapi, dan  saya yang ada tepat dibelakangnya nyaris jatuh karna harus rem mendadak! siaaaallllaaann...

Gerombolan Sapi yang suka muncul tiba-tiba

Sapi, adalah sejauh mata memandang

Kami kemudian melihat tanda-tanda kehidupan, ketika memasuki kecamatan Pekat.
Jujur saja, pantat, pinggul dan kaki saya sudah tak berasa lagi. capeeekk banget. sudah 12 jam saya mengendarai motor ini sambil ngangkang, karna ransel dan tenda yang menyerobot tempat kaki saya di depan.

Kami berhenti di pos polisi yang lampunya paling terang. Sembari beristirahat sebentar mendinginkan mesin motor. atas petunjuk pak polisi, ibukota Kecamatan Pekat yaitu Calabai ada disekitar 30-45 menit lagi didepan. disana katanya ada penginapan, banyak tempat makan dan lebih rame.

15 menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju desa Calabai. Yang nyariiisss.. nyariiisss.. saja kelewatan. karna ternyata desanya tidak seperti yang digambarkan pak Polisi yang katanya rame, banyak warung makan dll. desanya jauh lebih sepi lagi. akhirnya kami memberanikan diri untuk bertanya kepada seorang pemuda yang sedang melintas. oleh pemuda baik hati ini kami di bawa ke sebuah penginapan milik orang Solo, yang semalamnya di bandrol 50 ribu rupiah.

Setelah deal, kami menyatukan dua tempat tidur dalam satu kamar, biar apa? biar kami tak terpisahkan.. #tsaaahh

Cukupkan kami untuk hari ini. besok kami akan mulai trekking!

Comments